Senin, 12 Desember 2011

Harmonisasi dalam Islam

Oleh Farid Wajdi Ibrahim

ISLAM merupakan sebuah nama dari nama agama yang tidak diberikan oleh para pemeluknya. Kata “Islam” dicantumkan dalam al-Qu’ran, yaitu: pertama, “Wa radhitu lakum al-Islama dinan” artinya “Dan Allah mengakui bagimu “Islam” sebagai Agama”. Kedua, “Innaddina `indallah hi al Islam” artinya “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam”.

Berdasarkan dua surah tersebut maka jelaslah bahwa nama “Islam” diberikan oleh Allah sebagai sebuah nama agama dan bukan nama hasil ciptaan manusia yang memeluk agama tersebut. Penyebutan “Islam” dengan Muhammadanisme, Mohammedan Law, Muhammadaansch Recht atau sejenisnya tidak tepat dan dapat membawa kekeliruan arti, karena Islam ialah wahyu dari Allah bukan ciptaan Muhammad SAW.

Ada beberapa makna dari “Islam”. Jika diambil dari urutan asal kata salima, artinya selamat. Jika diambil dari urutan asal kata sali, artinya damai, rukun, bersatu. Jika diambil dari urutan asal kata istaslama, artinya tunduk, dan taat kepada perintah Allah dengan memakai dasar petunjuk-petunjuk serta bimbingan ajaran Rasul Muhammad SAW. Jika “Islam” diambil dari urutan asal kata istlasama, artinya tulus dan ikhlas. Dan jika “Islam” jika diambil dari urutan asal kata sullami, artinya tangga untuk mencapai keluhuran derajat lahir dan batin.

Dari pengertian Islam tersebut, dapat ditarik kesimpulan adanya tiga aspek, yaitu: Pertama, Aspek vertikal. Aspek yang mengatur harmonisasi antara makhluk dengan khaliknya (manusia dengan Tuhannya). Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah. Kedua, Aspek horizontal, yaitu mengatur hubungan harmonis antara manusia dengan manusia. Islam menghendaki agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan manusia yang lain. Dan ketiga, Aspek batiniah yang merupakan aspek yang mengatur harmonisasi ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya dapat menimbulkan kedamaian, ketenangan batin maupun kemantapan rohani dan mental.

Peran Manusia Sebagai Khalifah
Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 30 Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat menjadi khalifah di muka bumi. Maksud khalifah di sini adalah manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi dan mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik, maka tugas manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik.

Ada dua peranan penting manusia sebagai khalifah di permukaan bumi ini yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat. Pertama, memakmurkan bumi (al-‘imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak mana pun (ar-ri’ayah).

Sebagai seorang muslim yang taat tentu kita akan menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi dengan tidak melakukan pengrusakan terhadap alam yang diciptakan Allah SWT karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Anjuran harmonisasi
Dalam Islam begitu banyak ajaran-ajaran yang menganjurkan tentang harmonisasi (upaya mencari keselarasan) sesama umat manusia yang dalam hal ini adalah masyarakat, di antaranya adalah: Sikap saling tolong menolong, (QS al-Maidah: 2), saling memberikan kasih sayang dan saling berdamai (QS al-Hujarat: 10), dan toleransi beragama.

Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, “dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua (wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku (saja)”.  Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari yang bathil”.

Umat Islam saat ini
Melihat kondisi umat Islam hari ini mungkin kita patut bersedih, konflik antarsesama terus terjadi. Coba kita saksikan bagaimana negara-negara non-Islam menghancurkan negara-negara berbasis Islam dengan berbagai macam pola dan strategi untuk memporak-porandakan Islam, seperti yang terjadi di negara Libya, Sudan, Mesir, Palestina, Irak, Afganistan, Pakistan, Iran, Maroko dan lain sebagainya. Kemudian belum lagi perselisihan antara kaum sunni dan syiah di beberapa negara Islam seperti di Irak, Palestina, Yaman dan lain sebagainya. Sungguh kita sebagai kaum muslimin patut menangis dan menyesali hari ini dengan musibah yang menimpa saudara-saudara kita di sana.

Begitu juga halnya yang kita saksikan di Aceh, begitu banyak kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam (membawa bendera Islam) mengklaim bahwa dirinyalah yang terbaik, yang paling benar dan yang sangat kita sesali begitu mudah mengkafirkan kelompok lain demi kepentingan tertentu. Ini menunjukkan bahwa begitu lemah pemahaman kita dalam mengamalkan ajaran dan nilai-nilai keislaman.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Abu Ummah al-Bahuli r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Saya dapat menjamin suatu rumah di kebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun ia benar. Dan menjamin suatu rumah dipertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta, meskipun bergurau. Dan menjamin suatu rumah dibahagian yang tinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya”. Dari hadis ini jelas sekali Rasul sangat menginginkan adanya sebuah perdamaian, saling menghargai dan menghormati antara sesama umatnya, dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antarsesama umat beragama.

Islam hadir bukanlah menjadi agama teroris sebagaimana yang diklaim Barat hari ini, Islam bukan agama yang melanggar HAM dan Islam bukanlah agama yang identik dengan kekerasan. Justru, Islam hadir sebagai pembawa kedamaian, kenyamanan, dan sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Akhirnya, kita berharap umat Islam dapat membangun spiritual baru dan pengembangan etika dalam suatu agama yang lebih mendukung pada perdamaian dan penyelesaian masalah secara nirkekerasan. Mari kita kembali kepada jalan yang benar, jalan yang “ihdinash shirathal mustaqiem,” menuju kehidupan yang senantiasa selalu harmoni, damai, dan indah.

* Penulis adalah Rektor IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya