Senin, 12 Desember 2011

Menziarahi Makam Syeikh Shamsuddin as-Sumatrani

Oleh Hamdani, Dosen Fakultas Hukum Unimal, Mahasiswa P.hD Fakulti Undang-undang UKM, Melaporkan dari Malaysia

SUDAH beberapa kali saya mengunjungi Malaka, Malaysia untuk menyusuri jejak ulama Aceh yang dikabarkan telah syahid di sana, namun belum saya temukan titik terang keberadaan makam ulama tersebut, baru pada perjalanan Minggu (11/12/) setelah berputar-putar beberapa kali Kota Malaka, saya dapat menemukan makam ulama besar Aceh itu yakni makam Syeikh Shamsuddin as-Sumatrani.

Waktu itu saya ditemani istri, Daryani, bang Min, Teuku Muttaqin Mansur dan Istri ikut serta menyusuri jejak ulama Aceh tersebut. Menemukan makam ulama besar Aceh ini tidaklah segampang yang dibayangkan. Sebab makam yang letaknya di kampung Ketek berada di antara rumah penduduk. Mencapai makam tersebut kita harus berjalan kaki menyusuri lorong kecil yang tidak bisa dilalui dengan mobil.

Orang-orang di kawasan itu tidak semua mengenal akan Syeikh ini, namun berkat petunjuk seorang pemuda masjid di Kampung Hulu, akhirnya kami menemukan kampung Ketek di maksud tetapi menurut pemuda itu penduduk setempat menyebutkan nama kampung Ketek dengan kampung Kekek.

Kalimat-kalimat istighfar terucap dari mulut kami begitu sampai di makam tersebut, Masya Allah, Subhanallah...berulang kali kami mengucap kalimat itu, ternyata makam Syeikh begitu panjang dan luas, malah sesekali tercium bau wangi-wangian yang kami tidak tahu berasal dari mana. Betul kata kawan saya di Aceh bahwa makam ulama itu makin hari semakin panjang dan kadang mengeluarkan bau wangi-wangian.

Menurut catatan sejarah, Syeikh Shamsuddin ketika itu menginginkan kematiannya sebagai seorang yang syahid, maka beliau pun ikut serta dalam balatentra Kerajaan Aceh Darussalam untuk menyerang Portugis di Malaka, yang masa itu Malaka dalam taklukan Portugis. Penyerangan tersebut terjadi pada masa Pemerintahan Mahkota Alam Sulthan Iskandar Muda Johan Berdaulat pada tahun 1629 M.

Syeikh Nuruddin ar-Raniry dalam Kitab Bustanul Salatin dengan jelas menyebutkan bahwa Syeikh Shamsuddin al-Sumatrani wafat pada malam Senin 12 Ra’jab Tahun 1039 H atau bertepatan dengan tahun 1630 M. Syeikh Shamsuddin meninggalkan kedudukannya sebagai Mufti Besar Kerajaan Aceh dan berjuang bersama tentara Aceh untuk mengusir Portugis yang menduduki negeri orang Islam, sehingga ia syahid dan disemayamkan di Malaka.

Dari tulisan pada monumen makam beliau terungkap pula bahwa ada seorang lagi pahlawan Aceh yang syahid di Malaka, yakni Panglima Pidie juga  makamnya tidak jauh dari makam Syeikh Shamsuddin Pasai, di Bukit Cina Malaka.

Shamsuddin Pasai atau lebih dikenali dengan nama Syeikh Shamsuddin al-Sumantrani adalah salah seorang ulama agung Kerajaan Aceh Darussalam. Beliau menjadi Sheikhul Islam atau Mufti besar Kerajaan Aceh pada masa Pemerintahan Sulthan Alauddin Riayat Shah Sayyid al-Mukammil (1589-1604) dan pada masa Pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam Johan Berdaulat (1607-1636).

Riwayat dan kisah Syeikh Shamsuddin sangat sukar untuk diungkap disebabkan sebagian besar karyanya telah musnah, hanya beberapa saja yang tersisa, itupun bukan di tempat asalnya tapi ditemukan di tempat lain, seperti Jawhar al-Haqa’iq (30 halaman; berbahasa Arab), Mir’at al-Mu’minin (70 halaman; berbahasa Melayu), dan banyak yang lain-lain.

* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke: redaksi@serambinews.com

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya