Rabu, 14 Desember 2011

Satu Taksi Tiga Argo

OLEH CUT ZAMHARIRA, perantau asal Aceh, melaporkan dari Maroko

DENGAN alasan lebih praktis, terkadang sebagian orang cenderung memilih taksi sebagai alat transportasi di dalam kota, meski tersedia bus kota, becak, ojek, dan sebagainya. Kendati lebih mahal dari angkutan lainnya, namun taksi telah menjadi primadona terutama bagi masyarakat di kota-kota besar, tempat setiap orang saling buru waktu.  Ada beragam cara penghitungan ongkos yang dikenakan para sopir taksi kepada penumpangnya. Ada yang menggunakan argo dengan patokan harga yang telah ditentukan pemerintah kota di mana ia beroperasi, ada pula yang menerapkan cara dengan mematok harga tertentu. Tergantung pada wilayah yang akan dituju penumpangnya, dalam artian tidak menggunakan argo atau atas kesepakatan antara sopir dengan penumpang.

Bicara tentang taksi, ada cerita menarik tentang taksi di Maroko. Di negara ini ada dua jenis taksi, yakni grande taxi (taksi besar) dan petit taxi (taksi kecil). Disebut taksi besar karena memang ukurannya lebih besar, lebih lapang, dan tentu saja kapasitas penumpangnya lebih banyak. Demikian pula sebaliknya dengan taksi kecil. Ukurannya lebih mini, jumlah penumpangnya pun lebih sedikit.

Selain itu, spesifikasi dari kedua taksi ini juga berbeda. Semua jenis taksi besar merupakan sedan keluaran Mercedes, sedangkan taksi kecil merupakan mobil sedan Fiat Uno dan Peugeot. Taksi besar memuat enam penumpang, sedangkan taksi kecil memuat tiga penumpang (termasuk bayi).

Taksi besar sudah mempunyai jalur tertentu (mungkin hampir serupa dengan labi-labi di Aceh, hanya saja berbeda ukuran dan jenis mobilnya). Ongkos yang dikenakan kepada penumpang taksi besar adalah lima dirham per orang (jauh-dekat). Artinya, grande taxi tidak menggunakan argo. Sedangkan petit taxi hampir sama dengan taksi-taksi yang ada di Indonesia pada umumnya, yakni memakai sistem argo dan menempuh jarak serta tujuan sesuai permintaan penumpang.

Meskipun jenis mobil yang digunakan untuk taksi kecil sama di setiap kota di Maroko, namun ada perbedaan warna mobil yang menjadi ciri khas masing-masing kota. Misalnya di Rabat, taksinya berwarna biru, di Casablanca warna merah, di Marrakesh warna krem, dan lain-lain.

Ada hal yang sangat berbeda antara petit taxi dengan taksi-taksi di Indonesia. Sopir petit taxi dalam perjalanannya mengantar penumpang berhak mengangkut penumpang lain lagi selama masih dalam satu arah dengan penumpang pertama (kecuali Anda sebagai penumpang pertama dengan dua orang teman/keluarga). Ini juga berlaku seterusnya sampai penumpang berjumlah maksimal tiga orang.

Ketika Anda naik sebagai penumpang pertama, maka sopir akan menyetel argo pertama. Saat di jalan naik lagi penumpang kedua, maka sopir pun akan menyetel argo untuk penumpang kedua, begitu selanjutnya untuk orang ketiga.

Jadi, dapat dikatakan setiap taksi kecil mempunyai sistem tiga argo, sehingga para penumpang membayar sesuai dengan jarak yang ditempuhnya masing-masing, sebagaimana tercatat di agrometer. Sistem ini jelas tidak merugikan kedua belah pihak. Antara sopir dengan penumpang justru sama-sama diuntungkan dengan adanya kemudahan ini.

Saya juga sempat merasa heran waktu pertama kali naik petit taxi di sana. Saya sempat bertanya dalam hati, “Kenapa ada orang lain lagi yang naik?” Ada-ada saja kejadian yang tak lazim kami temui di Maroko.  Memang tidak salah jika ada pepatah orang Maroko yang bermakna kurang lebih seperti ini, “Kalau Anda sedang di Maroko, jangan merasa aneh atau terheran-heran. Jika Anda melihat ada keledai yang bisa terbang, maka yakinlah bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”  

* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke: redaksi@serambinews.com

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya