Rabu, 14 Desember 2011

Wisata Sejarah Aceh

Oleh Azhar A Gani

SATU lagi destinasi wisata warisan sejarah diresmikan pemerintah (Jumat, 09/12/2011). Destinasi tersebut diberi nama Kawasan Wisata Sejarah Melayu Nusantara. Berlokasi di Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, Aceh dan berjarak sekitar 180 km arah timur Ibukota Provinsi Aceh. Peresmian kawasan tersebut berkaitan dengan sejarah antara Indonesia dan Malaysia. Sosok itu bernama Tun Sri Lanang. Menurut sebuah kisah, sebelum memimpin Negeri Samalanga, Bireuen tahun 1615-1659, Tun Sri merupakan bendahara atau Perdana Menteri Kerajaan Johor. Namun, setelah Aceh menaklukkan Batu Sawar, Ibu kota Kerajaan Johor tahun 1613, Sultan Iskandar Muda memboyong Tun Sri ke daerah itu, kemudian diangkat sebagai penguasa pertama Samalanga (Kompas, 09/12/2011).

Cuplikan cerita di atas hanya sekelumit peristiwa sejarah yang pernah terjadi di Aceh. Namun, sebelum ini terdapat berbagai situs sejarah dan budaya sebagai aset wisata yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Aceh. Misalnya Kota Banda Aceh, mempunyai monumen tewasnya perwira tinggi Belanda Mayjen Kohler di halaman Masjid Baiturrahman yang sarat dengan nilai sejarah, Makam Sultan Iskandar Muda, Makam Syiah Kuala, Museum Aceh, Lonceng Cakradonya, Gunongan, Kerkhoff, Gampong Bitai, Gampong Kedah, Gampong Pande, Gampong Peulanggahan hingga Taman Putroe Phang. Sabang pula memiliki peninggalan sejarah seperti bangkai kapal Jerman dan benteng Jepang. Sementara itu, Aceh Besar memiliki Makam Laksamana Malahayati, benteng Indrapatra dan benteng Inong Balee. Wilayah pantai barat dan selatan juga menyimpan situs sejarah sebagai simbol perjuangan rakyat melawan penjajah Belanda. Sebut saja, Makam Teuku Umar Johan Pahlawan sebagai simbol perjuangan rakyat Aceh. Tidak ketinggalan, di wilayah timur juga terdapat Makam Malikussaleh yang memerintah pada masa kejayaan Kerajaan Islam Samudera Pasai. Begitu pula dengan wilayah tengah, memiliki sejarah tersendiri seperti Monumen Radio Rimba Raya yang berperan besar mendukung proses kemerdekaan Indonesia.

Tentu saja, potensi wisata sejarah dan budaya tersebut memiliki prospek untuk menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Situs peninggalan sejarah menjadi penting apalagi situs tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa masa lampau yang turut melibatkan berbagai negara seperti Belanda, Jepang, Turki, Cina, Inggris, Turki dan Malaysia. Oleh karena itu, potensi itu harus dimanfaatkan sebagai satu produk wisata sejarah sehingga menarik perhatian wisatawan berkunjung. Pertanyaanya adalah bagaimana mengemas dan “menjual” produk tersebut menjadi sebuah paket wisata yang bisa menarik wisatawan?

Prospek Wisata Napak Tilas
Sebagai provinsi yang memiliki sejarah panjang dan diwarnai dengan kentalnya nuansa adat budaya serta agama sudah pada tempatnya jika pemerintah kembali memberi fokus pada pengembangan wisata jenis ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Pemerintah harus berani tampil tidak hanya menjual keindahan panorama dan keanekaragaman sumberdaya alam, melainkan juga harus fokus kepada wisata sejarah dan budaya sebagai kekhasan provinsi paling barat Indonesia ini. Komitmen itu harus diaplikasikan segenap pemangku kepentingan dengan memberi perhatian terhadap upaya-upaya menjaga dan melestarikan situs sejarah yang tidak ternilai harganya. Untuk mewujudkan maksud tersebut, pemerintah misalnya berkewajiban menata dan menjaga situs secara berkala. Pada sisi lain, pihak pengusaha seperti pemilik akomodasi, pengusaha makanan dan minuman, pemilik transportasi, biro perjalanan wisata serta masyarakat harus memberikan kemudahan dan kenyamanan serta mutu pelayanan kepada tamu yang akan berkunjung ke berbagai destinasi wisata sejarah.

Penulis sepakat memberi nama produk wisata tersebut dengan nama wisata napak tilas. Betapa tidak, jenis wisata ini lebih diarahkan kepada upaya menghargai lintasan peristiwa sejarah peradaban manusia sebagai titik tolak melihat kemajuan sebuah bangsa. Selain itu, wisata ini ditujukan kepada segmen pasar tertentu seperti kelompok peneliti, kalangan terdidik seta kelompok-kelompok masyarakat yang peduli dengan pelestarian sejarah budaya umat manusia.

Perkuat Kerjasama Antardaerah
Ada tiga hal yang harus jadi perhatian pemangku kepentingan untuk memastikan dan menjamin kepuasan bagi wisatawan. Pertama, sewaktu wisatawan masih berada di negara asal. Kedua, ketika wisatawan berada di destinasi yang dituju. Ketiga, ketika wisatawan meninggalkan destinasi dan kembali ke negara asal. Sewaktu turis masih berada di negara asal atau sebelum memutuskan berkunjung ke suatu destinasi mereka memerlukan informasi sebanyak-banyaknya. Disini, pihak pemerintah dan swasta seperti usaha biro perjalanan bekerja sama dengan biro perjalanan wisata luar negeri membuat paket-paket wisata dan mempromosikan terutama melalui jaringan internet dan jejaring sosial lainnya. Langkah kedua ketika wisatawan mulai menginjakkan kaki di daerah yang dikunjunginya semenjak mendarat, mengurus visa on arrival bagi wisawatan mancanegara, sampai mereka tiba di penginapan. Hari-hari berikutnya adalah membawa tamu ke situs yang telah ditentukan sesuai dengan paket yang telah direncanakan sebelumnya. Langkah terakhir adalah memastikan wisatawan memperoleh kepuasan dan kembali dengan membawa sejuta kenangan sebagai kesan yang diperoleh setelah kembali ke negara asal mereka.

Mengingat lokasi situs berada di beberapa kabupaten dan kota, sebaiknya pemerintah daerah dan pihak terkait melakukan koordinasi seperti pada program BASAJAN (Banda Aceh, Sabang dan Jantho). Model kerjasama seperti ini dapat menyinergikan program-program wisata unggulan yang layak dijual. Wisata napak tilas ini bisa dimulai dari dalam negeri maupun luar negeri dimana pintu masuknya adalah Bandara Sultan Iskandar Muda. Kemudian dari Kota Banda Aceh wisatawan bergerak menuju wilayah-wilayah dimana situs sejarah dan budaya terdapat dan pola perjalanannya dapat diformulasikan ke dalam beberapa gugusan. Misalnya gugusan pertama meliputi wilayah Banda Aceh, Aceh Besar dan Sabang. Gugusan kedua meliputi wilayah Pidie, Bireun, Lhokseumawe, dan Dataran Tinggi Gayo. Manakala, gugusan ketiga meliputi wilayah barat dan selatan hingga ke Singkil.

Tahun 2011 tidak lama lagi meninggalkan kita. Pencanangan Aceh Visit 2013 masih tersisa satu tahun lagi, namun bukan waktu yang lama. Kini waktunya bagi kabupaten dan kota yang memiliki situs wisata sejarah untuk mempersiapkan dan membenahi diri era kedatangan tamu. Semoga kejayaan Aceh masa lampau tidak hanya diketahui oleh rakyat Aceh tetapi penduduk luar.

* Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pariwisata-Universiti Utara Malaysia.

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya