Selasa, 03 Januari 2012

Yogyakarta, si ‘Kota Buku’

Muhajir Al FairusyMahasiswa Antropologi UGM, Melaporkan dari Yogyakarta


SIANG itu cuaca di kota pelajar, Yogyakarta, terasa agak panas, saya sedang mengendarai motor bersama teman di jalan raya Yogya-Solo, terlihat beberapa spanduk ukuran sedang di pinggir jalan yang selalu setia memberikan informasi silih berganti kepada pengguna jalan. Kali ini tertulis dan terpampang kalimat yang menurut saya cukup menarik dan pasti selalu terjadi di akhir tahun, “Diskon buku 30%”, “Grebek buku: Mari jadikan Yogya kota wisata buku” 30 Desember 2011-05 Januari 2012, dan ada beberapa tempat lainnya dengan pesan yang sama, itulah beberapa penggalan pesan kalimat yang menarik perhatian kami.

Tidak salah menobatkan Yogya kota pelajar, selain memiliki kampus dan perguruan tinggi yang banyak di tengah kota yang sederhana juga hampir separuh manusia yang berdomisili di Yogya adalah pelajar ditambah semangat membeli dan membaca buku hampir di setiap pustaka dan toko buku, tempat-tempat seperti ini tidak pernah sepi di Yogya sebut saja toko buku Toga Mas, Social Agency, Mizan, dan Gramedia yang selalu dikunjungi oleh pembeli, bahkan percetakan buku hampir ada di setiap sudut kota Yogya. 

Di akhir tahun tidak hanya tahun masehi juga tahun hijriah selalu saja ada berkah untuk membeli dan memperoleh beberapa buku di Yogya dengan harga yang lebih murah meskipun di hari-hari biasa harganya juga tergolong murah bahkan tidak kalah murah dari buku-buku di Pasar Senen Jakarta. Sebagai seorang mahasiswa tentu ini kesempatan yang tidak boleh dilewatkan, hampir dalam tiga hari ini saya dan teman menghabiskan separuh hari di toko buku dan pameran buku akhir tahun.

Kagum dan menarik melihat antusiasme pengunjung yang memadati toko buku dan stand pameran, mulai dari anak-anak yang sibuk mengobrak-abrik rak komik hingga tidak ketinggalan orang-orang tua yang sudah berumur ikut berburu buku, beragam buku dan penerbit di stand berjajar rapi, sebut saja seperti Mizan, Obor dan beberapa penerbit lainnya di stand “Grebek buku”. Uniknya beberapa bahkan kebanyakan stand menawarkan buku-buku islami mulai dari ensklopedia Islam, hadits, sejarah Islam hingga buku yang mengandung nilai tasawuf.

Harga yang ditawarkan bervariasi, kalau di toko buku diskonnya hanya 30% di stand pemeran bisa mencapai 60% dan tidak ketinggalan buku yang diobral mulai Rp5.000 hingga Rp20.000. Buku-buku yang diobral tetap bermutu dan menarik untuk dibaca, namun pembeli harus memilih-milih sesuai seleranya. Terutama buku-buku sastra seperti novel dan lainnya menjadi pajangan utama saat akan mengelilingi toko buku dan stand yang sedang merayakan “cuci gudangnya”.

Yogya selalu memberikan ketenangan dan kesederhanaan, mungkin karena daerahnya yang bukan termasuk kota industri seperti Jakarta dan Surabaya. Di Yogya manusia diajak untuk hidup sederhana seperti pola berpakaian sahaja dan makan angkringan di pinggir jalan hanya bermodalkan alas tikar di trotoar jalan-jalan kota Yogya dan paling penting keramahan rakyatnya serta keuntungan sebagai pelajar menikmati suasana “diskonnya” di akhir pergantian tahun.

Saya berharap di Aceh semua toko buku memberikan diskon khusus seperti di sini dan menggelar stand akhir tahun tentu akan lebih bermakna untuk merangsang minat baca semua masyarakat. Membangun peradaban tentu dimulai dari membaca, memahami dan mengamalkan, semakin tinggi minat membaca sebuah bangsa tentu akan semakin baik pola hidup masyarakatnya. Berpedoman pada Yogya yang ingin menjadikan kota wisata buku, tentu Aceh bisa mengikutinya.

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya