Selasa, 14 Agustus 2012

Zakat-zakat Yang Sering Terlewat



Anda yang sudah menerima THR, boleh bergembira karena ada tambahan penghasilan bulanan yang dapat Anda gunakan untuk keperluan operasional Lebaran. Biasanya, saat menerima THR kita akan membuat sederet panjang daftar alokasinya. Sebutlah ongkos mudik dan THR pekerja di rumah, beli baju baru, membelikan hadiah untuk anggota keluarga, hingga menyiapkan angpau untuk keponakan.
Suasana pembayaran zakat fitrah. (Tony Hartawan / TEMPO)
Pernahkah terlintas di benak Anda, bahwa sebenarnya kita bisa membayar zakat maal dengan memanfaatkan uang THR? Atau... sadarkah Anda bahwa THR itu perlu dizakatkan juga?


Selama ini kita sering mengenal istilah zakat fitrah, yaitu zakat yang kita bayarkan saat Ramadan, sebelum khotbah Lebaran berakhir. Besarnya zakat fitrah per orang adalah sebanyak 2.5 kg beras yang biasa kita konsumsi. Jika kita mengonsumsi beras Rp 10 ribu/kg, maka besarnya zakat fitrah yang harus kita bayarkan adalah sebesar Rp 25 ribu/orang. Zakat fitrah biasanya rutin kita lakukan karena momennya pas.

Nah, selain zakat fitrah, kita juga diwajibkan untuk membayar zakat maal, yaitu zakat atas harta yang kita miliki, dengan syarat dan ketentuan tertentu. Sebagai pembersih harta, sebaiknya zakat maal ini dilunasi agar harta yang kita miliki lebih berkah karena sudah kita tunaikan hak orang lain di dalamnya.

Apa saja kategori “harta” yang harus ditunaikan zakat maal-nya?

– Milik penuh, bukan atas nama orang lain
– Berkembang (berpotensi untuk berkembang, atau dapat bertambah bila diusahakan), misalnya hasil pertanian, peternakan, hasil usaha, hasil investasi, barang temuan, bisnis, aset lancar.
– Cukup Nishab (mencapai jumlah tertentu)
– Lebih dari kebutuhan pokok
– Bebas dari utang yang jatuh tempo
– Berlalu satu tahun (hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

Untuk memudahkan, hitungan zakat ini bisa dibuat per 12 bulan hijriyah. Misal, kita hitung per Ramadan. Artinya, jika Ramadan tahun lalu aset lancar kita berjumlah Rp 100 juta, dan Ramadhn tahun ini berjumlah Rp 150 juta, maka jumlah harta yang wajib dizakatkan adalah senilai Rp 100 juta, karena hitungannya sudah masuk 1 tahun haul. 

Nishab (batas tertentu suatu harta wajib dizakatkan) untuk aset lancar setara dengan nishab emas dan perak. Jika sudah mencapai nilai setara dengan 85 gram emas murni dalam setahun, maka harta tersebut tersebut sudah harus dizakatkan. Besarnya zakat adalah 2.5% dari jumlah harta.

Jika Anda memiliki aset yang tidak digunakan, maka zakatnya dihitung dari nilai wajar aset tersebut. Misal, Anda memiliki rumah senilai Rp 1 miliar yang tidak ditempati dan dibiarkan kosong. Setiap tahun, Anda dikenai kewajiban zakat atas rumah tersebut sebesar Rp 25 juta. Lain lagi jika rumah tersebut Anda sewakan. Misal, uang sewa sebesar Rp 100 juta per tahun, maka zakat yang harus Anda tunaikan hanya sebesar Rp 2.5 juta saja, yaitu 2.5% dari uang sewanya, bukan dari nilai wajar rumahnya. 

Islam memang mendorong agar semua aset yang kita miliki itu berdaya guna dan tidak mengendap tanpa manfaat. Untuk itu, aset-aset yang dipakai tidak dikenai zakat. 

Bagaimana dengan penghasilan bulanan dan tahunan seperti THR dan bonus?

Nishab zakat penghasilan dianalogikan pada zakat emas, 85 gram emas murni dalam 1 tahun dengan tarif zakat sebesar 2.5%. Jika Anda berpenghasilan Rp 10 juta per bulan, maka zakat yang Anda harus tunaikan sebesar Rp 250 ribu. 

THR dan bonus pun zakatnya dihitung dengan cara yang sama. Jadi jika gaji Anda Rp 10 juta per bulan (zakat sebesar Rp 250 ribu) dan bulan ini Anda menerima THR sebesar gaji, maka zakat THR pun Rp 250 ribu. Sumber: Klik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya