Selasa, 10 Januari 2012

'Hantu' Angka

Oleh Adri Syakir

RATUSAN tahun sudah kita mengenal yang namanya angka, sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan dan tidak jauh dengan apa yang kita sebut sekarang pelajaran matematika. Dalam mempelajari angka-angka inilah banyak yang merasa menderita, senang, susah, stress, dan lain sebagainya.

Memetik pelajaran dari pada ilmuan yang telah beratus-ratus tahun bergelut dengan hal ini dan tidak kenal lelah, kita juga seharusnya menghargai kerja keras mereka dengan tidak mengeluh dalam mempelajari berbagai bentuk dari angka-angka ini.

Saat ini banyak muda-mudi calon penerus bangsa Indonesia ini yang merasa “terzalimi” dengan adanya angka-angka ini, padahal mereka seharusnya tahu bahwa angka itu tak jauh dari kehidupan sehari-harinya. Dalam sebuah percakapan remaja sekarang sering terdengar kata-kata “ah, matematika sulit sekali,” atau “waduh, mati aku kena matematika,” seakan-akan yang akan mereka pelajari itu adalah sesuatu yang dapat membunuh mereka.

Angka, sesuatu yang terdengar seram sekarang. Pada zaman era modern yang serba canggih ini bahkan kata tersebut terdengar layaknya “hantu” yang berkeliaran pada malam Jumat kliwon. Banyak pula yang menganggap hal itu adalah sesuatu yang sangat sulit dipahami. Dan mungkin ada pula yang menganggap hal itu adalah sosok monster kejam bertaring yang sesungguhnya.

Tetapi, tak bisa dielakkan bahwa ada orang-orang di luar sana bahkan di sekitar kita yang masih “mencintai” dan “berteman” dengan angka. Banyak yang bahkan akhirnya bisa belajar untuk mempelajari angka-angka tersebut secara detail. Dalam kehidupan banyak sekali sesuatu yang berhubungan dengan angka bisa ditemukan seperti dalam perdagangan, bahkan uang pun merupakan salah satu bentuk dari kombinasi angka tersebut.

Memetik pelajaran dari para matematikawan pendahulu yang sudah lebih dulu belajar dan mendalami tentang sesuatu yang sekarang ditakuti banyak kalangan penerus bangsa. Sebagai contoh seorang ilmuwan Islam penemu teori aljabar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, atau lebih dikenal dengan panggilan “bapak aljabar”, beliau telah banyak memberikan konstribusi dalam perkembangan matematika di dunia. Salah satu kitab yang beliau tulis tentang teori aljabarnya yang bertajuk “Hisab Al-Jabr wal Muqabalahâ”, atau buku tentang perhitungan. Ilmuan-ilmuan seperti ini lah yang seharusnya di contoh banyak kalangan calo penerus bangsa sekarang.

Kehidupan salah satunya dipengaruhi oleh angka, oleh sebab itu seharusnya kita mempelajari itu. Bahkan dalam menuntut ilmu, pada semua mata pelajaran di sekolah maupun di bangku kuliah itu terdapat angka-angka yang tampak berbeda tetapi pada dasarnya memiliki bentuk yang sama. Oleh karena itu jika kita tidak mau menelusuri dan belajar mengenai hal tersebut, yang terjadi adalah kita tidak akan bisa memahami sedikitpun ketika telah berhubungan dengan hal yang berbau angka.

Begitu banyak kita melihat bahwa yang diajarkan oleh guru-guru semenjak bangku taman kanak-kanak yang pertama kali adalah angka-angka, itu menunjukkan betapa pentingnya kombinasi angka-angka dalam menempuh kehidupan sehari-hari. Mungkin yang terjadi sekarang adalah kerena cara penyampaian saat di bangku taman kanak-kanak dan bangku SMP maupun SMA berbeda, ketika TK kita diajarkan dengan lagu-lagu yang berhubungan dengan matematika dan hitung-hitungan, tetapi ketika SMP atau SMA kita dituntut untuk menghafal dan menghafal apa yang diajarkan oleh guru-guru kita, itulah mungkin salah satu yang mennyebabkan terjadinya fenomena “Hantu angka” di kalangan pelajar maupun mahasiswa.

Sebagaimana pada dasarnya mempelajari kombinasi angka ini tidaklah sesusah yang dibayangkan, kita hanya perlu tahu aturannya bahkan tidak perlu menghafal sedikitpun. Tetapi kembali ke diri masing-masing, orang tua dan orang-orang di sekitar kita yang harus lebih memberi semangat untuk mau “berteman” dengan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka tersebut. Seperti misalnya, orang tua seharusnya tidak menyuruh anaknya dengan cara paksaan untuk mendekati “hantu-hantu” itu, tetapi bisa digunakan cara seperti memberikan alat makan atau tempat makan yang bergambar angka, sehingga anak-anak sejak dini telah terbiasa dengan hal-hal itu. Yang diharapkan adalah generasi-generasi sekarang dan yang akan datang akan semakin mengerti dan memahami keberadaan angka tersebut sehingga tidak akan terjadi lagi ketidaksukaan dalam mempelajari matematika. 

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Matematika MIPA Unsyiah.

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya