Prolog Ibu kota Jakarta selalu memberikan warna tersendiri untuk Indonesia. Setiap tahunnya banyak orang-orang berbondong-bondong 'mengungsi' ke Jakarta. Apalagi menjelang dan sesudah Lebaran, mereka yang sengaja tinggal atau memang 'terpaksa' tinggal dianggap lumrah. Banyak dari mereka tidak seberuntung mimpi yang mereka punya. Mimpi hanyalah mimpi, namun realitas yang mereka sendiri hadapi. Realitas hidup di kota Jakarta tidak seindah sinetron picisan di TV. Tetapi inilah hidup di Jakarta, bagi mereka yang termarjinalkan, bukan karena diskriminasi, tetapi karena kompetisi. Inilah sekelumit cerita dari pinggir rel kereta api di daerah Senen, Jakarta Pusat.Source |
Quote:
Spoiler for Disini Aku Hidup:
Pria tua memasak diantara deretan gerbong (photo by Mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Rumahku (nampaknya) Surgaku:
Kereta melewati hanya beberapa meter dari sebuah rumah tempel.(photo by Mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Daripada Ku Berdiam Diri:
Para penghuni, baik tua dan muda sibuk memulung plastik, atau mengais barang-barang bekas.(photo by Mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Larangan Pun Bisu:
Papan himbauan yang tak digubris.(photo by mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Mengais Rejeki Untuk Pungli:
Setelah lelah memulung seharian, mereka pun siap mengolah hasil di gubuk sederhana ini.(photo by Mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Dekapan Ibu Adalah Rumahku:
Suasana di salah satu rumah tempel(photo by mark Tipple) |
Quote:
Spoiler for Secarik Kenangan Terbuang:
Secarik foto keluarga diantara puing-puing (photo by Mark Tipple)
Quote:
Quote:
Quote:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya