OLEH ISMAIL SULAIMAN, Dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, Fellow Research Student di Leiden University, melaporkan dari Praha
PADA musim winter (dingin) ini saya mendapat kesempatan mengunjungi salah satu negara yang terkenal dengan situs cagar alam dan budayanya di Eropa, yakni Praha. Praha atau Prague adalah ibu kota negara Chez atau Cheko yang dikelilingi empat negara Eropa bagian tengah, yaitu Jerman, Hungaria, Polandia, dan Austria. Praha ada salah satu tujuan yang sangat diminati wisatawan yang ingin menjelajahi kota-kota di Eropa selain Paris dan lainnya.
Untuk mengunjungi kota ini, bisa dilakukan melalui udara dan darat. Saya sendiri memilih jalur darat selama 12 jam untuk tiba di Praha, setelah melewati Belanda dan Jerman.
Banyak hal menarik untuk dilihat selama di perjalanan. Jalur darat yang dilewati mengingatkan saya akan perjalanan melintasi Gunung Seulawah sebelum menuju Banda Aceh. Jalan yang berkelok dan berkabut di musim dingin itu membuat sopir harus ekstrahati-hati.
Saya sempatkan diri beberapa jam untuk menjelajahi Berlin, kota sejarah yang pernah dikuasai Hitler itu. Tembok Berlin, Caesar Palace, dan tempat bersejarah lainnya juga saya singgahi selama transit.
Saya sangat terkesan atas pelayanan yang diberikan Eurolines, bus yang saya gunakan selama perjalanan. Fasilitas yang diberikan awak bus mulai dari pelayanan yang ramah, hiburan, sampai makanan. Semua itu membuat perjalanan tak membosankan meski sudah hampir separuh hari saya lalui.
Sesampai di Praha terlihat suasana kota yang berbeda dengan kota- kota lainnya di Eropa. Praha masih dominan dengan gedung-gedung lama dan klasik, sisa-sisa masa kekuasaan Rusia. Keunikan ini menyajikan keindahan dan pesona yang berbeda. Penduduknya yang ramah dan murah senyum membuat saya merasa tidak canggung untuk bertanya. Mereka pun selalu berusaha membantu. Masalah bahasa tidak menjadi kendala, karena bahasa Inggris sudah sangat dikenal para penduduknya.
Mereka sadar bahwa keramahan (hospitality) dan menjadi tuan rumah yang baik adalah suatu yang penting agar wisatawan betah tinggal dan akhirnya berdampak kepada omset harian mereka. Sikap membantu yang tanpa pamrih selalu saya temukan di Praha. Seorang pemuda penjual souvenir yang bisa berbahasa Indonesia mengingatkan saya agar jangan sembarang menukar mata uang di Praha. Dia sarankan saya menukarnya di tempat-tempat resmi.
Suasana Praha selalu indah untuk dinikmati kapan pun waktunya, apakah ketika matahari terbit ataupun tenggelam. Masing-masing waktu punya keindahan berbeda. Apabila dinikmati malam hari kota ini seperti sebuah kota dongeng yang menyajikan keindahan kastel dan istana yang berdiri kokoh di atas bukit. Gedung-gedung klasik dan istana-istana yang masih berdiri kokoh itu disulap oleh Dinas Pariwisata Kota Praha dengan lampu warna-warni menawan di setiap sisi gedung dan benteng-benteng tua itu.
Charles Bridge atau Jembatan Charles adalah ikon Kota Praha. Jembatan klasik ini adalah jalan untuk menuju istana. Jembatan ini mesti dikunjungi kalau tiba di Praha. Selalu ramai pengunjungnya, hanya untuk melihat pemandangan dua sisi kota yang berbeda. Saya berharap, seperti itulah mestinya urueng Aceh memuliakan tamunya tahun 2013 saat Aceh memasuki tahun kunjungan wisat. Sebab, bukankah peumulia jamee adat geutanyoe? Semoga!
* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke: redaksi@serambinews.com
PADA musim winter (dingin) ini saya mendapat kesempatan mengunjungi salah satu negara yang terkenal dengan situs cagar alam dan budayanya di Eropa, yakni Praha. Praha atau Prague adalah ibu kota negara Chez atau Cheko yang dikelilingi empat negara Eropa bagian tengah, yaitu Jerman, Hungaria, Polandia, dan Austria. Praha ada salah satu tujuan yang sangat diminati wisatawan yang ingin menjelajahi kota-kota di Eropa selain Paris dan lainnya.
Untuk mengunjungi kota ini, bisa dilakukan melalui udara dan darat. Saya sendiri memilih jalur darat selama 12 jam untuk tiba di Praha, setelah melewati Belanda dan Jerman.
Banyak hal menarik untuk dilihat selama di perjalanan. Jalur darat yang dilewati mengingatkan saya akan perjalanan melintasi Gunung Seulawah sebelum menuju Banda Aceh. Jalan yang berkelok dan berkabut di musim dingin itu membuat sopir harus ekstrahati-hati.
Saya sempatkan diri beberapa jam untuk menjelajahi Berlin, kota sejarah yang pernah dikuasai Hitler itu. Tembok Berlin, Caesar Palace, dan tempat bersejarah lainnya juga saya singgahi selama transit.
Saya sangat terkesan atas pelayanan yang diberikan Eurolines, bus yang saya gunakan selama perjalanan. Fasilitas yang diberikan awak bus mulai dari pelayanan yang ramah, hiburan, sampai makanan. Semua itu membuat perjalanan tak membosankan meski sudah hampir separuh hari saya lalui.
Sesampai di Praha terlihat suasana kota yang berbeda dengan kota- kota lainnya di Eropa. Praha masih dominan dengan gedung-gedung lama dan klasik, sisa-sisa masa kekuasaan Rusia. Keunikan ini menyajikan keindahan dan pesona yang berbeda. Penduduknya yang ramah dan murah senyum membuat saya merasa tidak canggung untuk bertanya. Mereka pun selalu berusaha membantu. Masalah bahasa tidak menjadi kendala, karena bahasa Inggris sudah sangat dikenal para penduduknya.
Mereka sadar bahwa keramahan (hospitality) dan menjadi tuan rumah yang baik adalah suatu yang penting agar wisatawan betah tinggal dan akhirnya berdampak kepada omset harian mereka. Sikap membantu yang tanpa pamrih selalu saya temukan di Praha. Seorang pemuda penjual souvenir yang bisa berbahasa Indonesia mengingatkan saya agar jangan sembarang menukar mata uang di Praha. Dia sarankan saya menukarnya di tempat-tempat resmi.
Suasana Praha selalu indah untuk dinikmati kapan pun waktunya, apakah ketika matahari terbit ataupun tenggelam. Masing-masing waktu punya keindahan berbeda. Apabila dinikmati malam hari kota ini seperti sebuah kota dongeng yang menyajikan keindahan kastel dan istana yang berdiri kokoh di atas bukit. Gedung-gedung klasik dan istana-istana yang masih berdiri kokoh itu disulap oleh Dinas Pariwisata Kota Praha dengan lampu warna-warni menawan di setiap sisi gedung dan benteng-benteng tua itu.
Charles Bridge atau Jembatan Charles adalah ikon Kota Praha. Jembatan klasik ini adalah jalan untuk menuju istana. Jembatan ini mesti dikunjungi kalau tiba di Praha. Selalu ramai pengunjungnya, hanya untuk melihat pemandangan dua sisi kota yang berbeda. Saya berharap, seperti itulah mestinya urueng Aceh memuliakan tamunya tahun 2013 saat Aceh memasuki tahun kunjungan wisat. Sebab, bukankah peumulia jamee adat geutanyoe? Semoga!
* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke: redaksi@serambinews.com
Editor : bakri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya