Oleh Rifki Furqan, Master Student of Water and Coastal Management at Groningen University, melaporkan dari Belanda.
TENTU sebagian besar pembaca pernah mendengar tentang Teori Evolusi bukan? Teori yang terkenal akan persepsi bahwa makhluk hidup berevolusi atau berubah sesuai dengan kemampuan adaptasinya. Contoh yang paling sering disampaikan para evolusionist (penganut Darwinisme) adalah bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera (monyet).
Teori yang dikenal luas pula dengan sebutan Teori Darwin ini hingga sekarang masih menjadi bahan diskusi yang sangat menarik bagi peneliti bidang Biologi di seluruh dunia. Teori ini masih amat sering diperbincangkan dalam sesi diskusi ilmiah di negara-negara yang pada umumnya liberal atau yang memisahkan urusan agama dan negara. Mengapa demikian? Alasan paling masuk akal adalah karena teori ini tidak mengakui Tuhan sebagai pencipta makhluk hidup.
Richard Dawkins adalah salah satu tokoh utama teori ini. Peneliti bidang evolutionary biology ini mengaku secara terang-terangan bahwa dia adalah seorang Atheis (tidak percaya Tuhan). Bukankah akan menarik sekali untuk mendengar penjelasannya dan mengajukan beberapa pertanyaan tentang Ketuhanan langsung padanya? Oleh karena itulah saya beserta ratusan pelajar dan warga Groningen lainnya rela mengantre sejak pagi di kondisi cuaca yang sangat buruk bagi anak tropis seperti saya.
Sang penulis buku-buku Darwinisme dan Atheisme ini akan datang ke Rijk Universitet Groningen dan kemudian memberikan sebuah kuliah umum dengan judul “Darwin’s Five Bridges”, yang akan diselenggarakan di sebuah Gereja Tua di pusat kota Groningen, utara Belanda.
Tapi dalam tulisan ini yang menarik bukanlah tentang Teori Evolusi tersebut, namun tentang fenomena mengantre di Belanda. Sesuai pengumuman melalui email kampus, penjualan tiket dimulai pagi sekali yaitu pukul 09.00. Loket penjualan tiket berada di tengah kota atau sejauh 15 menit kayuhan sepeda.
Saya tiba agak telat yaitu pukul 09.05 dan tak disangka ternyata antrean sudah sangat panjang. Berhubung saya sudah bangun pagi sekali, mengayuh sepeda dalam cuaca hanya 2°C saja plus angin bekunya, saya bertekad untuk tetap mengantre, walaupun jelas kemungkinan mendapatkan tiket menjadi kecil sekali. Luar biasa ternyata antusiasme pengantre lainnya.
Ada hal menarik dalam mengantre di Belanda yang saya temukan dalam antrean saat itu. Ternyata menyapa atau berbasa-basi dengan teman yang berada di antrean depan kita adalah sebuah tips yang manjur.
Mengapa berbasa-basi ini penting? Karena jika jalur antrean tak beraturan alias bercabang, dengan telah menyapa teman di depan kita maka ketika antrean mengerucut dan membentuk satu jalur, posisi kita akan jelas setelah ataupun sebelum siapa.
Masalah mengantre ini sensitif bagi budaya Belanda yang amat patuh dalam antrean kawan, oleh karena itu berbasa-basi ini menurut saya menjadi penting.
Saya pribadi pernah mengalami lirikan tajam dan sindiran kurang enak ketika saya mendahului pengantre lainnya ketika ingin membayar belanjaan di satu kasir supermarket, padahal saya sudah mengantre lebih dulu dan menghilang sebentar untuk mengambil barang kecil lain yang ingin saya beli.
Namun, ketika saya katakan bahwa saya sudah mengantre lebih dulu pengantre di depan saya hanya pasang muka acuh tak acuh dan mengangkat bahunya, sehingga argumentasi saya terpatahkan dan harus rela mengantre ulang dari belakang.***
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
TENTU sebagian besar pembaca pernah mendengar tentang Teori Evolusi bukan? Teori yang terkenal akan persepsi bahwa makhluk hidup berevolusi atau berubah sesuai dengan kemampuan adaptasinya. Contoh yang paling sering disampaikan para evolusionist (penganut Darwinisme) adalah bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera (monyet).
Teori yang dikenal luas pula dengan sebutan Teori Darwin ini hingga sekarang masih menjadi bahan diskusi yang sangat menarik bagi peneliti bidang Biologi di seluruh dunia. Teori ini masih amat sering diperbincangkan dalam sesi diskusi ilmiah di negara-negara yang pada umumnya liberal atau yang memisahkan urusan agama dan negara. Mengapa demikian? Alasan paling masuk akal adalah karena teori ini tidak mengakui Tuhan sebagai pencipta makhluk hidup.
Richard Dawkins adalah salah satu tokoh utama teori ini. Peneliti bidang evolutionary biology ini mengaku secara terang-terangan bahwa dia adalah seorang Atheis (tidak percaya Tuhan). Bukankah akan menarik sekali untuk mendengar penjelasannya dan mengajukan beberapa pertanyaan tentang Ketuhanan langsung padanya? Oleh karena itulah saya beserta ratusan pelajar dan warga Groningen lainnya rela mengantre sejak pagi di kondisi cuaca yang sangat buruk bagi anak tropis seperti saya.
Sang penulis buku-buku Darwinisme dan Atheisme ini akan datang ke Rijk Universitet Groningen dan kemudian memberikan sebuah kuliah umum dengan judul “Darwin’s Five Bridges”, yang akan diselenggarakan di sebuah Gereja Tua di pusat kota Groningen, utara Belanda.
Tapi dalam tulisan ini yang menarik bukanlah tentang Teori Evolusi tersebut, namun tentang fenomena mengantre di Belanda. Sesuai pengumuman melalui email kampus, penjualan tiket dimulai pagi sekali yaitu pukul 09.00. Loket penjualan tiket berada di tengah kota atau sejauh 15 menit kayuhan sepeda.
Saya tiba agak telat yaitu pukul 09.05 dan tak disangka ternyata antrean sudah sangat panjang. Berhubung saya sudah bangun pagi sekali, mengayuh sepeda dalam cuaca hanya 2°C saja plus angin bekunya, saya bertekad untuk tetap mengantre, walaupun jelas kemungkinan mendapatkan tiket menjadi kecil sekali. Luar biasa ternyata antusiasme pengantre lainnya.
Ada hal menarik dalam mengantre di Belanda yang saya temukan dalam antrean saat itu. Ternyata menyapa atau berbasa-basi dengan teman yang berada di antrean depan kita adalah sebuah tips yang manjur.
Mengapa berbasa-basi ini penting? Karena jika jalur antrean tak beraturan alias bercabang, dengan telah menyapa teman di depan kita maka ketika antrean mengerucut dan membentuk satu jalur, posisi kita akan jelas setelah ataupun sebelum siapa.
Masalah mengantre ini sensitif bagi budaya Belanda yang amat patuh dalam antrean kawan, oleh karena itu berbasa-basi ini menurut saya menjadi penting.
Saya pribadi pernah mengalami lirikan tajam dan sindiran kurang enak ketika saya mendahului pengantre lainnya ketika ingin membayar belanjaan di satu kasir supermarket, padahal saya sudah mengantre lebih dulu dan menghilang sebentar untuk mengambil barang kecil lain yang ingin saya beli.
Namun, ketika saya katakan bahwa saya sudah mengantre lebih dulu pengantre di depan saya hanya pasang muka acuh tak acuh dan mengangkat bahunya, sehingga argumentasi saya terpatahkan dan harus rela mengantre ulang dari belakang.***
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Editor : bakri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya