Senin, 26 Desember 2011

Tan Sri Sanusi Junid, ‘Sang Pembaca Aceh’

Oleh Bustami Abubakar,  Mahasiswa Doktoral Jurusan Antropologi-Sosiologi School of Social Sciences, University Sains Malaysia.

“Teungku, Tan Sri peugah geulakee droen langkah uroe Jum’at poh 3 u kanto gobnyan.”

BEGITULAH balasan SMS yang saya terima dari Fahmi atas kabar yang saya sampaikan bahwa saya hendak ke Kuala Lumpur. Secara fisik, saya tidak mengenal Fahmi sebelumnya. Belakangan saya tahu bahwa selain tercatat sebagai mahasiswa S3 di Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), dia juga bekerja sebagai staf pada The Aceh Club Kuala Lumpur, sebuah LSM yang fokus pada upaya memajukan Aceh dan orang Aceh. LSM ini dipimpin oleh Tan Sri Sanusi Junid.

Tan Sri mengundang saya ke kantornya sebagai apresiasi atas reportase yang saya tulis tentang sosoknya di rubrik ini beberapa waktu lalu (Serambi, 4/10/11). Tanpa saya duga, citizen reporter yang saya tulis waktu itu mendapat apresiasi dari kawan-kawan yang sedang studi di Malaysia. Beberapa respons masuk ke e-mail dan HP saya. Tan Sri sendiri yang saat itu sedang berada di London mengirimkan pesan kepada saya melalui Fahmi. Beliau mengatakan hendak bertemu saya setibanya kembali di Kuala Lumpur.

Jumat siang (16/12/2011), saya ditemani Adli Abdullah dan Muhammad Isa (Dosen FMIPA Unsyiah), tiba di Plaza Mont’ Kiara, Kuala Lumpur. Sesuai kesepakatan dengan Fahmi, pukul 15.20 waktu Malaysia, kami telah berada di Seulawah Holdings Sdn.Bhd, tempat Tan Sri Sanusi Junid berkantor. Kantor Tan Sri yang terletak di lantai 3A sangat khas Aceh, bukan dari segi arsitekturnya, tetapi dari aspek “interiornya”. Di dinding bagian luar tertulis dengan indah dan dengan alphabet yang cukup besar dan jelas “Seulawah”. Sangat kontras dengan nama pada bagian mana pun dari bangunan Mont’ Kiara itu yang lebih banyak bernuansa Inggris.

Seulawah Holdings terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang yang difungsikan sebagai tempat pertemuan, satu ruang kerja, dan toilet.

Bagi saya, ruangan yang paling menyita perhatian adalah ruang pertemuan. Ruang ini diisi dengan meja kabinet dan beberapa buah kursi. Di dinding bagian kiri ditempatkan satu rak buku terbuka. Rak buku itulah yang menyedot perhatian saya. Buku-buku yang beraroma politik, sejarah, dan topik lain dalam ranah ilmu sosial terpajang di sana. Akan tetapi, buku-buku tentang Aceh mendominasi rak itu, mulai dari sejarah Aceh tempo doeloe sampai kepada Aceh masa kini.

Tan Sri seorang yang sangat gemar membaca. Hobi inilah yang telah mendorongnya mengoleksi lebih dari 30.000 judul buku dalam beragam topik dan bahasa. Buku-buku tentang Aceh dalam ragam topik amat diminatinya. Hampir semua buku yang terpajang di rak itu telah dibacanya. Saya merasa malu pada diri sendiri, sebab beberapa buku yang relatif baru diterbitkan dan ditulis oleh kawan-kawan saya di Aceh, justru baru saya lihat di rak buku itu. Sementara Tan Sri telah membacanya sampai tuntas. Tan Sri juga rajin menulis pandangannya ataupun berbagai pengalaman yang telah dialaminya mengenai berbagai isu dalam blognya sanusijunid.blogspot.com.

Perhatian saya kepada rak buku seketika buyar saat Tan Sri masuk ke ruang pertemuan. Dengan senyum mengembang beliau menyalami kami satu-persatu. Saya melihat fisik Tan Sri jauh lebih sehat dan bugar dibandingkan saat pertama kali bertemu beliau pada 1 Oktober lalu di Kedah. Memang, pada saat itu beliau baru saja menjalani operasi berat.

Mulai detik itu sampai 2,5 jam berikutnya, kami terlibat dalam diskusi dengan topik-topik “berat”, tentang Aceh. Tentu saja, Tan Sri menjadi nara sumber utama dalam diskusi berbahasa Aceh sore itu. Ketika kami sedang asyik mendengarkan Tan Sri, seorang anak muda Aceh, Dr. Syafiie Syam masuk ke ruangan dan ikut bergabung. Tak lama kemudian, masuk pula Azhar, mahasiswa di UIA. Rupanya, dia membawa “Hikayat Ranto” T.A. Sakti dan “Catatan Seorang Santri” Teuku Zulkhairi. Kedua buku itu diberikan kepada Tan Sri. Dua lagi buku Aceh telah menambah daftar literatur di rak buku Tan Sri Sanusi Junid, “Sang Pembaca Aceh.”

* Jika Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas bersama foto Anda ke: redaksi@serambinews.com

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya