Senin, 26 Desember 2011

Buku Damai Aceh di Norwegia

Oleh Mohd YY Dinar, Peserta International Training Program (ITP) Decentralization and Good Governance melaporkan dari Oslo, Norwegia.

SELAMA mengikuti training Desentralization and Good Governance di Swedia, saya mengisi liburan akhir pekan dengan melakukan perjalanan ke negara- negara tetangga Swedia, yang berada di Scandinavia. Pada akhir pekan yang lalu, saya isi dengan melakukan perjalanan ke Nobel Peace Center yang berada di kota Oslo, ibukota Norwegia.

Perjalanan ke kota Oslo Norwegia saya tempuh dengan menggunakan bus umum dari Central station Gotenborg, Swedia. Infrastruktur terminal di Goteborg Swedia ini memang sangat nyaman, dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan bus yang selalu tepat waktu. Setelah menempuh perjalanan selama lima jam, saya tiba di terminal bus kota Oslo, Norwegia.

Tujuan saya ke Oslo adalah mencari informasi tentang letak Nobel Peace Center. Ke lokasi ini dapat ditempuh dengan kereta api dalam kota (traim) atau dengan jalan kaki selama lebih kurang 40 menit. Saya memilih naik traim agar bisa menikmati kota Oslo dengan nyaman.

Nobel Peace Center didirikan pada 2005 untuk memberikan informasi kepada pengunjung tentang isu-isu yang berhubungan perang, perdamaian dan resolusi konflik. Di dalam Gedung Nobel Peace Center, yang merupakan satu bangunan tua di kota yang didirikan pada 1872, sering diselenggarakan konferensi press, pameran dan seminar-seminar tentang perdamaian.

Di satu sudut stand pameran buku, tanpa sengaja saya menemukan buku tentang perdamaian Aceh, yang ditulis oleh seorang jurnalis Finlandia. Buku itu merupakan hasil wawancaranya dengan mantan Presiden Finlandia, penerima Nobel Prize Award 2008, Martti Ahtisaari, yang telah berhasil memediasi pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintahan Republik Indonesia (RI).

Hasil kesepakatan tersebut ditandatangani dalam bentuk Memorandum of Understanding (Nota Kesepahaman) yang di kenal dengan MoU Helsinki. Dalam buku yang berjudul Making Peace Ahtisaari and Aceh itu, Martti Ahtisaari menceritakan tentang proses memediasi para pihak dari langkah pertama sampai mencapai perundingan.

Menurut Ahtisaari, MoU akan memberikan bingkai perjalanan masa depan masyarakat Aceh secara lebih baik. Perdamaian yang telah tercapai hanya dapat dijaga oleh masyarakat Aceh sendiri sebagai subyek dari segala aktivitas di Aceh dan bukan obyek yang akan menjadi korban dari aktivitas yang terjadi di Aceh.***

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com

Editor : bakri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya