Oleh Fardelyn Hacky Irawani, Mahasiswi Prince of Songkla University, melaporkan dari Hatyai, Thailand.
SETIAP 5 Desember, masyarakat Thailand memperingati Father’s Day, yaitu hari ulang tahun Raja Bhumibol Adulyadej, yang lahir pada 5 Desember 1927, 84 tahun silam. Father’s Day merupakan hari besar dan hari libur nasional Thailand, di mana perkantoran, sekolah, dan berbagai kegiatan administrasi lainnya tutup beberapa hari menjelang dan pada hari H (5 Desember).
Kami, mahasiswa International Nursing Administration, Prince of Songkla University (PSU), di Hatyai, Thailand, memperingati Father’s Day ini pada Senin (5/12) pagi, dengan kegiatan Planting for Father atau menanam pohon di kampus. Para Ajarn (guru/dosen di Thailand) dari universitas tempat kami menuntu ilmu terharu dengan kegiatan kami itu.
Menjelang Father’s Day, foto-foto raja dan ratu dalam ukuran besar, tampak terpampang di berbagai sudut kota-kota di Thailand. Di setiap instansi, kantor pemerintahan dan swasta, kampus, hotel, pusat-pusat perbelanjaan, di rumah-rumah, pertokoan, kita akan selalu menjumpai foto raja atau keluarganya.
Masyarakat Thailand biasanya memanfaatkan hari libur Father’s Day ini dengan pergi ke kuil bersama keluarga, terutama keluarga inti seperti ayah, ibu, kakek, dan nenek. Sedangkan anak-anak, biasanya pada hari Father’s Day ini memberikan sejenis bunga bernama Dok put ta ruk sa kepada ayah dan kakek mereka sebagai simbol penghormatan.
Selain bunga, setiap orang termasuk warga asing di Thailand, dianjurkan memakai baju kuning atau pink saat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan Father’s Day ini. Kuning adalah warna untuk hari Senin, hari di mana raja dilahirkan.
Masyarakat Thailand percaya bahwa setiap hari dalam seminggu memiliki pengaruh warna. Biasanya mereka mengekspresikannya dengan memakai baju berdasarkan warna untuk hari tersebut. Misalnya kuning untuk hari Senin, pink untuk Selasa, hijau untuk Rabu, dan seterusnya.
Dengan menganut sistem monarki, rakyat Thailand sangat menaruh hormat terhadap raja beserta keluarganya. Jika ada warga negara asing yang mencoba menghina atau menjelek-jelekkan keluarga kerajaan, baik lisan maupun tulisan, pemerintah Thailand tak segan-segan untuk menghukumnya dengan hukuman seberat-beratnya.
Tidak dibenarkan menempatkan kaki ke semua benda yang mengarah ke lukisan atau foto raja dan menyentuh biksu ataupun bajunya adalah sesuatu yang sangat tabu. Buat mereka, raja dan keluarga adalah jiwa mereka. Masyarakat Thailand sangat toleran terhadap semua warga asing sepanjang tidak menyinggung kehidupan kerajaan dan Buddha.
Kegiatan puncak Father’s Day adalah di malam hari tepat pukul 19.00 waktu setempat, yaitu berdoa bersama (umat Buddha) di tepi sungai dengan membawa lilin sambil bernyanyi. Di PSU, kegiatan dipusatkan di reservoir universitas, yaitu sebuah danau buatan yang berada di kaki bukit Hatyai.***
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
SETIAP 5 Desember, masyarakat Thailand memperingati Father’s Day, yaitu hari ulang tahun Raja Bhumibol Adulyadej, yang lahir pada 5 Desember 1927, 84 tahun silam. Father’s Day merupakan hari besar dan hari libur nasional Thailand, di mana perkantoran, sekolah, dan berbagai kegiatan administrasi lainnya tutup beberapa hari menjelang dan pada hari H (5 Desember).
Kami, mahasiswa International Nursing Administration, Prince of Songkla University (PSU), di Hatyai, Thailand, memperingati Father’s Day ini pada Senin (5/12) pagi, dengan kegiatan Planting for Father atau menanam pohon di kampus. Para Ajarn (guru/dosen di Thailand) dari universitas tempat kami menuntu ilmu terharu dengan kegiatan kami itu.
Menjelang Father’s Day, foto-foto raja dan ratu dalam ukuran besar, tampak terpampang di berbagai sudut kota-kota di Thailand. Di setiap instansi, kantor pemerintahan dan swasta, kampus, hotel, pusat-pusat perbelanjaan, di rumah-rumah, pertokoan, kita akan selalu menjumpai foto raja atau keluarganya.
Masyarakat Thailand biasanya memanfaatkan hari libur Father’s Day ini dengan pergi ke kuil bersama keluarga, terutama keluarga inti seperti ayah, ibu, kakek, dan nenek. Sedangkan anak-anak, biasanya pada hari Father’s Day ini memberikan sejenis bunga bernama Dok put ta ruk sa kepada ayah dan kakek mereka sebagai simbol penghormatan.
Selain bunga, setiap orang termasuk warga asing di Thailand, dianjurkan memakai baju kuning atau pink saat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan Father’s Day ini. Kuning adalah warna untuk hari Senin, hari di mana raja dilahirkan.
Masyarakat Thailand percaya bahwa setiap hari dalam seminggu memiliki pengaruh warna. Biasanya mereka mengekspresikannya dengan memakai baju berdasarkan warna untuk hari tersebut. Misalnya kuning untuk hari Senin, pink untuk Selasa, hijau untuk Rabu, dan seterusnya.
Dengan menganut sistem monarki, rakyat Thailand sangat menaruh hormat terhadap raja beserta keluarganya. Jika ada warga negara asing yang mencoba menghina atau menjelek-jelekkan keluarga kerajaan, baik lisan maupun tulisan, pemerintah Thailand tak segan-segan untuk menghukumnya dengan hukuman seberat-beratnya.
Tidak dibenarkan menempatkan kaki ke semua benda yang mengarah ke lukisan atau foto raja dan menyentuh biksu ataupun bajunya adalah sesuatu yang sangat tabu. Buat mereka, raja dan keluarga adalah jiwa mereka. Masyarakat Thailand sangat toleran terhadap semua warga asing sepanjang tidak menyinggung kehidupan kerajaan dan Buddha.
Kegiatan puncak Father’s Day adalah di malam hari tepat pukul 19.00 waktu setempat, yaitu berdoa bersama (umat Buddha) di tepi sungai dengan membawa lilin sambil bernyanyi. Di PSU, kegiatan dipusatkan di reservoir universitas, yaitu sebuah danau buatan yang berada di kaki bukit Hatyai.***
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Editor : bakri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jika agan dan aganwati mau titip komentar atau pesan dipersilahkan ya